'/> Contoh Tawaran - Bidang Acara Pkm

Info Populer 2022

Contoh Tawaran - Bidang Acara Pkm

Contoh Tawaran - Bidang Acara Pkm
Contoh Tawaran - Bidang Acara Pkm

Preview :

A. JUDUL PROGRAM
Pengaruh Substitusi Biji Turi pada Biji Kedelai terhadap Kadar protein dan
Sifat Organoleptik dalam Tempe

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Di Indonesia penyakit-penyakit gizi yang utama, tergolong ke dalam
kelompok penyakit defisiensi. Jenis penyakit defisiensi gizi yang dianggap
sudah mencapai kegawatan nasional lantaran kerugian yang ditimbulkan
mempengaruhi pembangunan di Indonesia yaitu Kekurangan Energi Protein
(KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kekurangan Vitamin
A (KVA) dan Anemia Gizi Besi (AGB) (Achmad Djaeni, 1999:47).
Kekurangan protein merupakan permasalahan serius yang harus segera
ditanggulangi (Lies Suprapti, 2003:9). Kekurangan energi protein sanggup terjadi
baik pada bayi, bawah umur maupun orang dewasa. Anak-anak batita ( bawah
tiga tahun ) serta ibu-ibu andung teki (ibu yang sedang mengandung dan ibu
sedang meneteki) merupakan golongan yang sangat rawan (Winarno, 2002:73)
Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1998,
dari 35 persen perempuan usia subur yang kekurangan energi protein (KEP) ada 14
persen, di antaranya yakni ibu hamil (Kompas, 2004). Pada tahun 1997 dan
1998 Ditjen Bina Gizi Keluarga menyatakan bahwa Kekurangan Energi
Protein total sebesar 20,9% dan 18,0% (Sudiyanto, 2002). Menurut Biro Pusat
Statistik Propinsi Jawa Tengah, status gizi jelek pada balita mulai tahun 1999
hingga tahun 2004 berturut-turut yaitu 0.34%, 1.02%, 1.635%, 1.32%, 1,36%
dan 1.88% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2004:64). Pada periode
2000-2005 terjadi peningkatan prevalensi gizi kurang dari 24.6% menjadi
28.0%. Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita
mengalami gizi jelek dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan
prevalensi balita gizi jelek sebesar 8,8 % (Departemen Kesehatan RI,
2006:1). Sedangkan pada tahun 2006 gizi jelek pada balita di Jawa Tengah
mencapai 5,9% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006). Pada tahun
2007 sebanyak 219.956 orang balita yang dilakukan penimbangan dalam
jadwal Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Garut, terdapat 26.795 orang
balita yang masih berstatus Kekurangan Energi Protein (KEP) terdiri dari
1.551 orang bergizi jelek dan sebanyak 25.244 orang bergizi kurang (John
DH, 2005).
Penanggulangan KEP sanggup dilakukan dengan meningkatkan asupan
protein. Secara umun dikenal dua jenis protein yaitu protein yang berasal dari
binatang dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani dapat
diperoleh dari aneka macam jenis kuliner menyerupai ikan, daging, telur dan susu.
Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta materi makanan
yang terbuat dari kacang (Elly Nurachmah, 2001:15).
Protein kacang-kacangan mempunyai nilai gizi lebih rendah
dibandingkan dengan protein dari jenis daging (protein hewani). Namun, kalau
beberapa jenis protein nabati dikombinasikan dengan perbandingan yang
tepat, sanggup dihasilkan adonan yang mempunyai nilai kualitas protein
lengkap. Selain itu, sumber protein nabati juga lebih murah harganya
dibandingkan dengan sumber protein hewani, sehingga sanggup terjangkau oleh
daya beli sebagian masyarakat (Achmad Djaeni, 1999:120)
Tempe yakni kuliner khas Indonesia. Menurut Anggrahini (1983)
dalam Novalia Anggraini (2007), tempe merupakan sumber protein nabati
yang mempunyai nilai gizi yang tinggi daripada materi dasarnya. Tempe
dibentuk dengan cara fermentasi yaitu dengan menumbuhkan kapang Rhizopus
oryzae pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulitnya. Kedelai adalah
salah satu tumbuhan polong-polongan yang menjadi materi dasar banyak
makanan. Kedelai kering mengandung protein 34,9% tiap 100 gr, sedangkan
kedelai berair mengandung protein sebanyak 30,2% tiap 100 gr (Achmad
Djaeni, 1999:121). Tempe dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat dengan
konsumsi rata-rata per hari per orang 4,4 gr hingga 20,0 gr. Tempe dapat
diperhitungkan sebagai sumber kuliner yang baik gizinya karena
mempunyai kandungan protein, karbohidrat, asam lemak esensial, vitamin dan
mineral (Novalia Anggraini, 2007).
Achmad Biben menyatakan bahwa tempe yang dimasak dengan baik
dan benar sanggup bermanfaat bagi perbaikan proses pembentukan sel tulang.
Mengkonsumsi tempe secara rutin sanggup dipergunakan sebagai upaya
pencegahan gangguan remodeling tulang (Sinar Harapan, 2003). Sedangkan
penelitian Agus Purnomo perihal efektifitas gizi tempe pada penderita
hiperlipidemia pasien rawat jalan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
menyatakan bahwa ada efek gizi tempe terhadap penurunan kadar
kolesterol darah (Agus Purnomo, 2001). Selain itu, dalam disertasi Arum
Atmawikarta menyatakan bahwa tempe unggul sebagai kuliner pendamping
ASI (Arum, 2007). Penelitian perihal tempe juga pernah dilakukan Lembaga
Gizi ASEAN dengan kesimpulan bahwa tempe sanggup digunakan dalam
pembuatan materi kuliner adonan untuk menanggulangi masalah
kekurangan kalori, protein dan penyakit diare pada anak (2000).
Berdasarkan Dinas Disperindagkop pada bulan Maret 2008, harga
sembako mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Harga kedelai mencapai Rp.
7.300,00. Hal itu menimbulkan kedelai sulit didapat dan menurunnya daya
beli masyarakat terhadap kedelai. Permasalahan kebutuhan terhadap kedelai
yang tinggi mendorong adanya alternatif yang sanggup memecahkan
permasalahan tersebut yaitu terpenuhinya sumber protein sekaligus tidak
menambah daftar duduk masalah bagi ekonomi maupun lingkungan dan kesehatan.
Salah satu tumbuhan alternatif yang sanggup mengatasi permasalahan
tersebut yakni pohon Turi (Sesbania grandiflora). Tanaman tersebut
merupakan tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara (Yayasan
Keanekaragaman Hayati, 2008). Pohon Turi bisa memproduksi biji kaya
protein serta mempunyai ongkos produksi yang murah. Hal tersebut disebabkan
penanaman pohon Turi tidak memerlukan lahan khusus lantaran sanggup tumbuh
di lahan kritis dan tidak perlu dipupuk atau perawatan intensif. Menurut
Zakiyatul Munawaroh (2004:29) dalam biji turi sebanyak 100 gr mengandung
protein sebesar 36,21%.
Di Indonesia, pohon Turi belum banyak dimanfaatkan ataupun
dibudidayakan secara komersial. Tanaman tersebut biasa digunakan sebagai
pelindung atau peneduh, lantaran pohonnya tinggi dan daunnnya rimbun
(Plantus, 2008). Padahal, biji Turi seharusnya sanggup menggantikan
penggunaan kedelai sebagai materi baku pembuatan tempe. Hal inilah yang
mendorong perlunya penganekaragaman pada pembuatan tempe melalui
substitusi biji turi pada biji kedelai. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH SUBSTITUSI BIJI
TURI PADA BIJI KEDELAI TERHADAP KADAR PROTEIN DAN
SIFAT ORGANOLEPTIK DALAM PEMBUATAN TEMPE”

C. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka sanggup diambil permasalahan yaitu: ”
adakah efek substitusi biji turi pada biji kedelai terhadap kadar protein
dan sifat organoleptik dalam pembuatan tempe?”

D. TUJUAN PROGRAM
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini diantaranya yakni :
1. Tujuan Umum
Mengetahui efek substitusi biji turi pada biji kedelai terhadap kadar
protein dan sifat organoleptik dalam pembuatan tempe.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efek substitusi biji turi pada biji kedelai terhadap
kadar protein dalam pembuatan tempe.
b. Mengetahui efek substitusi biji turi pada biji kedelai terhadap sifat
organoleptik dalam pembuatan tempe.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Penelitian efek substitusi biji turi pada biji kedelai terhadap kadar
protein dan sifat organoleptik pada tempe diperlukan akan diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Tempe dari materi substitusi biji turi pada biji kedelai
2. Tempe dari materi substitusi biji turi pada biji kedelai yang menghasilkan
kadar protein dan sifat organoleptik yang lebih baik.
F. KEGUNAAN PROGRAM
Program penelitian ini mempunyai beberapa kegunaan, antara lain:
1. Memanfaatkan biji turi sebagai materi pembuatan tempe, mengingat
kandungan gizi dalam biji turi cukup tinggi.
2. Sebagai alternatif pemenuhan protein nabati terutama bagi golongan
ekonomi lemah.
3. Menurunkan angka gizi kurang secara nasional melalui peningkatan
konsumsi protein nabati lokal.
4. Meningkatkan ketahanan ekonomi melalui ekspansi bidang perjuangan pangan
nabati lokal, terutama pembudidayaan pohon turi, pembuatan tempe dari
biji turi dan pemasaran pangan berbasis turi.

G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Protein
Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang
utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh spesialis kimia
Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880), lantaran ia beropini bahwa protein
yakni zat yang paling penting dalam setiap organisme. Menurut Sunita
(2003:77), protein yakni molekul makro yang mempunyai berat molekul
antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang
asam amino.
Menurut Sunita (2003:96-97) dan Winarno (2002:64), fungsi protein
adalah:
1) Pertumbuhan dan Pemeliharaan
2) Pembentukan Ikatan-ikatan Esensial Tubuh
3) Mengatur Keseimbangan Air
4) Memelihara Netralitas Tubuh
5) Pembentukan Antibodi
6) Pengangkutan Zat-Zat Gizi
7) Sumber Energi
8) Pengatur Pergerakan
9) Media Perambatan Impuls Syaraf
Menurut Ely Nurachmah (2001:15), sumber protein dibagi menjadi
dua jenis, yaitu protein yang berasal dari binatang dan protein nabati yang
berasal dari tumbuhan. Protein hewani sanggup diperoleh dari aneka macam jenis
kuliner menyerupai ikan, daging, telur dan susu. Protein nabati terutama berasal
dari kacang-kacangan serta materi kuliner yang terbuat dari kacang.
Menurut Supariasa kekurangan energi protein sanggup dapat
menimbulkan terjadinya :
1) Marasmus
2) Kwashiorkor
3) Marasmus-Kwashirkor
Sedangkan Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh.
Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat
menimbulkan obesitas. Kelebihan protein sanggup menimbulkan kasus lain,
terutama pada bayi. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang
harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan
protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah,
kenaikan ureum darah dan demam(Sunita, 2003:104).
2. Turi (Sesbania grandiflora)
Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tumbuhan sejenis pepohonan
yang banyak dijumpai di pedesaan, ditanam di pematang, pekarangan, pinggir
jalan. Pohon turi biasa digunakan sebagai pagar hidup kebun atau sebagai pohon
pelindung (Yayasan Keanekaragaman Hayati, 2008).
Kacang turi yakni salah satu jenis kacang-kacangan dari pohon turi
yang berbentuk lingkaran berwarna kuning kecoklatan dan mempunyai rasa yang
khas dan aroma yang khas jenis kacang-kacangan (Zakiyatul, 2005:28).
Menurut Plantus (2008), pembagian terstruktur mengenai pohon turi yakni sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobiota (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnolipsida (berkeping dua)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabalaes
Familia : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Sesbania
Spesies : Sesbania grandiflora Pers
Pohon tidak bercabang dengan tinggi hingga 15 m dan berdiameter
sekitar 30 cm. Akar pada umumnya berbintil banyak dengan bintil yang besar.
Batang berbulu menggimbal, tidak berduri. Daun beragam menyirip denagn
panjang hingga 30 cm, termasuk panjang tangkai 7-15 mm. Helaian daun
berjumlah 20-50, berpasangan berhadapan atau berseling dalam satu tangkai
daun. Bunga terdiri dari 2-4 buah, panjang tangkai bunga 15-35 mm, berwarna
putih, kekuningan, merah muda atau merah. Polong berbentuk memita,
berukuran 20-60 cm x 6-9 mm dengan kampuh besar, tergantung vertical,
tidak merekah. Biji berbentuk agak mengginjal, berukuran 6,5 mm x 5 mm x
2,5-3 mm dan berwarna coklat gelap (Yayasan Keanekaragaman Hayati,
2008).

Downloads:
Advertisement

Iklan Sidebar